PERNIKAHAN ISLAM BERBEDA DENGAN PERNIKAHAN NON ISLAM

Awal bulan Oktober lalu berbagai media memberitakan bahwa Parlemen Mexico City, di Meksiko, sedang membahas perubahan Undang-Undang Pernikahan yang akan memberi kesempatan kepada setiap calon pasangan pengantin untuk menentukan jangka waktu pernikahan mereka. Jangka waktu minimal yang ditetapkan oleh UU ini adalah dua tahun dan jika setelah masa itu pasangan suami istri merasa hubungan mereka bisa diteruskan, maka jangka waktu pernikahan bisa diperbaharui. Namun jika pasangan suami istri itu menginginkan berpisah setelah masa dua tahun itu, mereka bisa tidak melanjutkan pernikahan mereka. Pernikahan model ini nantinya akan menjadi pernikahan resmi yang diakui oleh negara.

Kejadian ini ternyata menimbulkan polemik di berbagai kalangan. Ada yang setuju dan mendukung, namun ada yang menolak dan memprotes. Di Meksiko sendiri, ide amandemen UU pernikahan itu sengaja diajukan ke parlemen oleh partai Revolusi Demokratik. Salah seorang anggota dari partai tersebut menyatakan bahwa pernikahan dengan jangka waktu tertentu adalah untuk menghindari pasangan suami istri dari pahitnya perceraian. Namun pihak gereja Katolik Meksiko memprotes masalah ini sebab dianggap bertentangan dengan hakikat pernikahan dan menyebutnya sebagai sesuatu yang tidak bertanggung jawab. (jpnn.com, 2 Oktober 2011).

Sesaat setelah pemberitaan  berbagai milis juga memuat pendapat-pendapat terkait hal tersebut. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pernikahan berjangka waktu akan menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak wanita. Ada pula yang menganggap bahwa pernikahan seperti itu sama dengan melegalkan pelacuran. Muncul juga kekhawatiran dari kalangan tertentu yang memprediksi bahwa  legalisasi undang-undang seperti itu akan segera diikuti oleh negeri-negeri lain.

Selain itu, ada juga yang menganggap bahwa pernikahan berjangka waktu  tidak menjadi masalah. Bahkan ada yang mengatakan bahwa pernikahan seperti itu lebih baik daripada berzina bagi mereka yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya. Ada juga yang  menyatakan bahwa pernikahan model itu menyerupai dengan pernikahan mut’ah yang pernah dibolehkan pada masa Rasulullah Saw.

Buletin kali ini akan membahas bagaimana pandangan Islam terkait dengan pernikahan. Pembahasan ini diharapkan dapat meluruskan opini, pemikiran, dan pendapat-pendapat yang tidak sesuai dengan pemikiran mengenai pernikahan dalam pandangan Islam. Lainnya

UMAT MANUSIA PERLU TELADAN YANG BAIK

Salah seorang nabi yang diutus Allah SWT untuk menyebarkan wahyuNya kepada umat manusia adalah Nabi Ibrahim AS.  Beliau adalah Nabi yang diberi sebutan Abul Anbiyaa (Bapak para nabi).  Hal itu karena nabi-nabi setelah Beliau adalah keturunannya.  Sebagai contoh adalah Nabi Ismail AS yang merupakan putra beliau dari istri bernama Hajar.  Nabi Ismail AS selanjutnya mempunyai keturunan yang juga diutus sebagai Nabi, salah satunya adalah Nabi Muhammad SAW.  Nabi Isa AS juga keturunan Nabi Ibrahim AS melalui putranya bernama Nabi Ishak AS.

Perjalanan kenabian Nabi Ibrahim AS telah disebutkan dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an.  Perjalanan tersebut diawali dengan (1) awal kenabian beliau, (2) berdakwah kepada kaumnya dan melepaskan diri dari kaumnya dan Raja Namrud  setelah mereka ingkar dan zalim,  (3) berdakwah kepada berbagai kaum dan (4) menerima berbagai perintah Allah SWT.

Mencermati perjalanan kenabian Nabi Ibrahim AS, didapatkan kemiripan dengan perjalanan kenabian Nabi Muhammad SAW.  Selanjutnya dapat diambil kesimpulan tentang hakekat kenabian dan apa yang harus dilakukan umat manusia dalam menunaikan ajaran agama yang dbawa para Nabi dan khususnya Nabi Muhammad SAW, Nabi hingga akhir zaman. Lainnya