MENINGKATKAN PERAN SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA

Sebenarnya para wanita selalu menyadari ‘fitroh’ sebagai ibu rumah tangga. Termasuk kalangan wanita karir. Sesibuk-sibuknya tuntutan karir, mereka berusaha menyempatkan diri melaksanakan sebagai ibu rumah tangga. Kalau sudah sampai rumah ada yang sekali waktu memasak untuk suaminya dan keluarganya, ada yang sekali waktu membersih-bersihkan rumah, ada yang selalu berusaha memeriksa pendidikan dan pekerjaan rumah anak-anaknya atau ada yang dengan segala cara berusaha memberikan suasana dan nasihat keibuan kepada anak-anaknya. Pendek kata peran sebagai ibu rumah tangga dinomorsatukan dan ditempatkan begitu penting dibanding peran sebagai wanita karir.
Tentu saja kesadaran sebagai ibu rumah tangga jangan dijadikan sebagai alasan pembenaran adanya single parent karena kebudayaan Barat (‘kecelakaan’ pergaulan bebas, kumpul kebo, perzinahan, dll). Dimungkinkan seorang ibu menjadi single parentkarena suaminya meninggal atau suaminya menceraikan. Namun kalau kesadaran menjadi ibu rumah tangga adalah pembenaran pergaulan bebas, itu merupakan kesadaran yang salah. Siap menanggung risiko pergaulan bebas berupa menjadi ibu rumah tangga single parent. Itu bukan kesadaran, namun merusak ibu rumah tangga. Bahkan merusak keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian, kesadaran sebagai ibu rumah tangga harus ditempatkan secara benar. Yaitu telah terjadi pernikahan Islami antara suami dan istri, lalu istri menjadi ibu rumah tangga. Kalau kenyataannya, ada dorongan berkarir, tetap saja ‘porsi’ sebagai ibu rumah tangga secara de jure dan de fact tidak boleh ditinggalkan.
Namun demikian, keadaan sekarang ini ‘memaksa’ peningkatan peran sebagai ibu rumah tangga. Yaa, ‘porsi’ sebagai ibu rumah tangga sekarang ini harus lebih besar dibandingkan pada masa lalu. Kalau dahulu 60%, sekarang porsi sebagai ibu rumah tangga harus meningkat menjadi 70% ke atas. Memang konsekuensinya ‘porsi’ sebagai wanita karir harus berkurang dibandingkan dahulu. Mengapa begitu?
Keadaan ‘darurat’ saat ini adalah salah satu biang keroknya. Kita semua sudah tahu bahwa sekarang ini marak sekali ‘darurat’ kekerasan fisik dan seksual terhadap anak, ‘darurat’ pornografi pada anak dan ‘darurat’ penggunaan jaringan informasi dan komunikasi oleh anak untuk permainan dan berbagai hal yang tidak berguna. Dalam hal ini anak menjadi pelaku atau korban. Tentu ini menyedihkan bagi kita semua sebab generasi muda ternyata sudah terkena ‘racun’ yang sangat berbahaya.
Atas kejadian tersebut dan hal-hal lainnya yang tidak dapat disebutkan di sini karena keterbatasan waktu dan tempat, banyak orang menyalahkan dan meminta kalangan ibu rumah tangga bertanggung jawab. Mereka berasumsi bahwa anak-anak tidak akan terkena berbagai ‘darurat’ tadi baik sebagai pelaku atau korban kalau tindakan pencegahan telah dilakukan secara maksimal.Ibu rumah tangga seharusnya berpartisipasi dalam tindakan pencegahan keadaan ‘darurat’ ini. Jadilah sekarang ini ibu rumah tangga harus meningkatkan perannya sebagai ibu rumah tangga.
Tentu saja tidak mudah meningkatkan peran sebagai ibu rumah tangga. Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Dalam hal ini adalah dukungan dari pelaku bisnis dan pemerintah. Selain itu, ibu rumah tangga juga harus selalu termotivasi untuk meningkatkan peran sebagai ibu rumah tangga. Bagaimana penjelasannya?

Dukungan Pelaku Bisnis
Pelaku bisnis seharusnya memberi penghargaan yang besar kepada tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga. Pelaku bisnis harus menggaji tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga lebih mahal dari tenaga kerja laki-laki dan bapak-bapak. Harus diingat bahwa, sama-sama menyumbangkan tenaga, pikiran dan waktu untuk bisnis, tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga dibebani problem meninggalkan ‘profesi’ domestik sebagai ibu rumah tangga sedangkan tenaga kerja laki-laki dan bapak-bapak tidak menanggung beban seperti itu. Jadi penghargaan terhadap tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga harus meliputi (1) penghargaan karena telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran pada bisnis dan (2) penghargaan karena ibu rumah tangga ‘terpaksa’ meninggalkan peran ‘domestik’nya.
Penghargaan hanya dari sudut yang pertama tidak cukup. Bahkan kalau disengaja mengesampingkan penghargaan yang kedua dapat dianggap sebagai tindakan tidak menghormati wanita dan ibu rumah tangga.Dampaknya juga kurang baik bagi semua pihak.
Coba para pelaku bisnis itu membayangkan sendiri kalau istri dan anak-anaknya yang wanita menjadi karyawan perusahaannya atau perusahaan lain. Lalu keluarganya atau anak-anak mereka terlantar karena sang ibu terlalu fokus pada kerja di perusahaan itu. Tentu pelaku bisnis tidak menginginkan seperti itu terjadi pada istri dan anak-anaknya. Demikian juga seharusnya, mereka tidak menginginkan seperti itu terjadi pada istri dan anak-anak orang lain termasuk karyawannya. Kalau tidak ingin lingkungan sendiri bermasalah, namun orang lain dibiarkan mengalami masalah, itu namanya pelaku usaha yang individualis.
Harus diakui pelaku bisnis sebenarnya sudah memberikan ‘ruang’ kepada tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga. Misalnya memberi kesempatan cuti hamil, memberi kesempatan menyusui bayinya yang baru lahir sampai beberapa waktu, dll. Bahkan ada pelaku bisnis yang berani menggaji penuh selama itu. Hal itu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun, situasi sekarang semakin kompleks.Tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga dihadapkan pada situasi dilematis. Contoh, di tempat kerja mereka dibebani pikiran tentang anak-anaknya:“Bagaimana keadaan anak-anak di sekolah?”,“Di rumah?”,“Bagaimana pergaulannya?”, atau “Amankah mereka?”. Adapun di rumah mereka juga tidak bisa konsentrasi penuh dengan rumah tangga dan mengurus keluarga karena terpikir pekerjaan di kantor.
Oleh karena itu, ada baiknya pelaku bisnis memikirkan lagi bagaimana yang paling baik bagi para karyawan wanita dan ibu rumah tangga. Pelaku bisnis tentu tahu banyak pilihan dapat dilakukan. Yang jelas pilihan diambil harus dalam rangka penghormatan dan penghargaan terhadap tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga yang memiliki ‘gelar’ sebagai ibu rumah tangga.

Dukungan Negara
Dukungan negara harus riel dan tidak boleh hanya ucapan di mulut sedangkan faktanya tidak mendukung peningkatan peran ibu rumah tangga. Dukungan negara dilakukan dengan mengetahui permasalahan yang dihadapi wanita dan ibu rumah tangga, lalu diberikan solusinya. Mungkin permasalahannya adalah lingkungan yang kurang mendukung peningkatan peran ibu rumah tangga. Kalau seperti itu, negara harus melakukan sosialisasi kepada lingkungan wanita dan ibu rumah tangga bahwa penting sekali peningkatan peran ibu rumah tangga. Kalau perlu, seluruh aparat negara dikerahkan dalam rangka suksesnya peningkatan peran ibu rumah tangga. Adapun kalau permasalahannya adalah kekurangan harta dan kemiskinan, negara harus mengerahkan kekayaan yang dimilikinya untuk membantu wanita dan ibu rumah tangga dari dilema kemiskinan yang mendera.Demikian juga kalau permasalahan adalah kekurangan pengetahuan dan pendidikan di kalangan wanita dan ibu rumah tangga. Pemerintah dapat mengatasi permasalahan tersebut dengan memperbaiki sistem pendidikan pada berbagai level. Kurikulum diperbaiki dengan memasukan materi pentingnya peran ibu rumah tangga dalam keluarga. Demikian juga guru-gurunya yang handal dipersiapkan.
Harus disadari berbagai negara sudah banyak menyiapkan aktivitas untuk wanita dan ibu rumah tangga. Bahkan untuk keadaan Indonesia, sudah ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Oleh karena itu di sana harus disiapkan program-program unggulan yang tidak setengah-setengah untuk peningkatan peran sebagai ibu rumah tangga, lalu program tersebut dikawal sungguh-sungguh. Apalagi peningkatan peran sebagai ibu rumah tangga ini juga berfungsi meningkatkan perlindungan bagi anak. Jadilah nantinya di tengah bangsa ini dan seluruh umat Islam, peningkatan peran sebagai ibu rumah tangga menjadi landasan untuk strategi Three Ends: End Violence Against Women and Children (Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak); End Human Trafficking (Akhiri Perdagangan Manusia), dan End Barriers To Economic Justice (Akhiri Kesenjangan Ekonomi).
Pendek kata dukungan pemerintah harus meneladani pemimpin pada masa lalu. Misalnya saja meneladani Umar bin Khaththab. Konon kabarnya setiap malam Umar ‘blusukan’ ke seluruh pelosok dengan cara menyamar.Suatu malam dalam ‘blusukan’ penyamaran, dia mendengar di suatu rumah anak-anak yang menangis minta makan kepada ibunya. Umar lalu bertamu di rumah tersebut dan menanyakan kepada si ibu masalah yang terjadi. Si ibu yang tidak menyadari penyamaran Umar, tanpa sungkan-sungkan menyalah-nyalahkan. Umar sebagai ‘tidak becus mengurus rakyatnya’. Selanjutnya si ibu mengatakan bahwa dia tidak punya bahan makanan, lalu memasak batu untuk mengelabuhi anak-anaknya hingga mereka tertidur. Umar tidak marah dianggap tidak becus mengurusi rakyatnya. Dia bahkan segera pamit, pergi ke baitul mal mengambil sekarung makanan lalu diantar sendiri ke rumah si ibu. Asistennya mau membantu memanggulkan sekarung makanan, Umar menolak dan menyatakan bahwa Umar yang harus memanggulnya sendiri.

Mulai dari Diri Sendiri
Yang juga harus terdorong untuk meningkatkan peran sebagai ibu rumah tangga adalah kalangan wanita dan ibu rumah tangga sendiri. Harus muncul motivasi kuat pada diri wanita dan ibu rumah tangga untuk meningkatkan peran sebagai ibu rumah tangga. Melalui motivasi kuat tersebut berbagai halangan dapat disingkirkan, berbagai tipuan tidak dapat membelokkan dan terus berjalan di atas jalan yang lurus untuk meningkatkan peran sebagai ibu rumah tangga.
Selain itu, tidak ada motivasi menyebabkan dukungan berbagai pihak menjadi sia-sia. Dukungan pelaku bisnis mubadzir. Demikian juga dukungan negara. Dukungan itu ibarat pepatah: “Bagaikan menggantang asap”.
Kenyataannya motivasi menjadi ibu rumah tangga bisa sedikit demi sedikit sirna. ‘Gemerlapnya dunia’ bisa meredupkan motivasi ini. Konon kabarnya ada ibu-ibu muda yang sambil mengurus baby-nya tetap tidak bisa lepas dari Hp-nya, sibuk dengan WA, dll, dll. Sebenarnya itu boleh-boleh saja selama tetap mengurusi anak-anaknya dan rumah tangganya dengan baik. Yang tidak kalah penting, aktivitas seperti itu jangan melunturkan motivasi sebagai ibu rumah tangga.
Motivasi ini yang paling baik muncul dari dalam diri sanubari kalangan wanita dan ibu rumah tangga. Agama Islam memotivasi menjadi ibu rumah tangga. Misalnya saja surat An Nisaa’ ayat 34: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”.Di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, Rasulullah SAW bersabda: “Wanita itu pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya” (HR. Bukhari).

Tinggalkan komentar